PERISTIWA-PERISTIWA INTERNASIONAL YANG BERPENGARUH PADA PROSES KEBANGSAAN DI INDONESIA
PERISTIWA-PERISTIWA INTERNASIONAL YANG BERPENGARUH
PADA PROSES KEBANGSAAN DI INDONESIA
Artikel ini merupakan hasil resume dari sumber di refrensi kemudian dikembangkan oleh :
Fathul Bari, M.Pd
1890-an
Konsep Negara Bangsa oleh Ernest Renan dan Otto Bauer: Pada akhir abad ke-19, konsep negara bangsa yang dikemukakan oleh Ernest Renan dan Otto Bauer mulai mempengaruhi Eropa, di mana negara-negara mulai dibangun berdasarkan identitas nasional. Konsep ini juga menyebar ke Hindia Belanda, menginspirasi intelektual lokal dan memicu gerakan kebangsaan di Indonesia. Pemikiran ini menjadi dasar bagi para pemuda dan pemimpin masa depan Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan dan membentuk identitas nasional yang kuat.
1899
Politik Etis di Hindia Belanda: Pada tahun 1899, pemerintah Belanda memperkenalkan Politik Etis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan pribumi. Kebijakan ini memberikan akses pendidikan yang lebih luas dan membuka peluang bagi intelektual muda Indonesia seperti Kartini, Cipto Mangunkusumo dan Dewi Sartika untuk mengenyam pendidikan Barat. Pengaruh pemikiran Barat ini memperkuat gagasan nasionalisme dan mempercepat proses kebangkitan kesadaran kebangsaan di Indonesia.
1908-1926
Berdirinya Organisasi Kedaerahan: Periode ini menyaksikan berdirinya berbagai organisasi rakyat kedaerahan seperti Budi Utomo (1908), Sarekat Islam (1912) dan Nahdlatul Ulama (1926). Organisasi-organisasi ini memainkan peran penting dalam membangkitkan kesadaran nasional dan semangat kebangsaan di kalangan rakyat Indonesia. Mereka menjadi wadah untuk menyalurkan aspirasi kebangsaan dan memperkuat persatuan di antara berbagai kelompok etnis dan agama di Indonesia.
1917
Revolusi Bolshevik Soviet: Revolusi Bolshevik di Rusia pada tahun 1917 memberikan inspirasi bagi pemberontakan komunis di Indonesia pada tahun 1926 dan 1948. Ideologi revolusi proletariat yang diusung oleh Bolshevik mempengaruhi tokoh-tokoh komunis Indonesia dan memicu gerakan untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda. Meskipun pemberontakan ini tidak berhasil, tetapi menunjukkan adanya pengaruh ideologi komunis yang signifikan di Indonesia.
1918
Perang Dunia I: Perang Dunia I (1914-1918) memiliki dampak besar di seluruh dunia, termasuk di koloni-koloni Eropa di Asia dan Afrika. Hindia Belanda tidak terkecuali, dengan sumber daya dan tenaga kerja dari koloni dikuras untuk mendukung upaya perang. Dampak ekonomi dan sosial dari perang ini memperburuk kondisi di Hindia Belanda dan memicu ketegangan sosial yang berkontribusi pada meningkatnya semangat kebangsaan di kalangan rakyat Indonesia.
1926
Pemberontakan Partai Komunis Hindia Belanda: Dipengaruhi oleh Revolusi Bolshevik, revolusi yang terjadi di Rusia pada tahun 1917 yang dipimpin oleh Partai Bolshevik di bawah pimpinan Vladimir Lenin yang menganut paham marxisme (komunisme). Partai Komunis Indonesia (PKI) mengadakan pemberontakan pada tahun 1926. Meskipun pemberontakan ini gagal, namun menunjukkan meningkatnya pengaruh ideologi komunis di Indonesia. Pemberontakan ini juga memperkuat tekad pemerintah kolonial Belanda untuk menindak tegas setiap gerakan yang dianggap mengancam stabilitas kolonial.
1928
Sumpah Pemuda: Pada tahun 1928, pemuda-pemuda Indonesia mengadakan Kongres Pemuda Kedua yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Peristiwa ini menandai kristalisasi konsep kebangsaan di kalangan pemuda Indonesia dan memperkuat semangat persatuan dan nasionalisme. Sumpah Pemuda menjadi landasan penting bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia, menegaskan komitmen untuk bersatu dalam satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa.
1930-an
Resesi Ekonomi di Negara-negara Kapitalis: Resesi ekonomi global pada tahun 1930-an menyebabkan krisis di negara-negara kapitalis, yang berdampak pada koloninya. Di Hindia Belanda, resesi ini memicu kesulitan ekonomi yang parah dan meningkatnya ketegangan sosial. Krisis ekonomi ini memperburuk kondisi hidup rakyat Indonesia dan semakin memperkuat tuntutan untuk perubahan sosial dan kemerdekaan.
1939-1945
Perang Dunia II: Perang Dunia II membawa perubahan besar di Indonesia dengan pendudukan Jepang pada tahun 1942-1945. Pendudukan Jepang mengubah dinamika politik dan sosial di Indonesia, memberikan kesempatan bagi gerakan nasionalis untuk berkembang dan mengorganisir diri. Setelah kekalahan Jepang, momentum ini dimanfaatkan oleh para pemimpin nasionalis untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
1944
Pertemuan Bretton Woods: Pada tahun 1944, pertemuan di Bretton Woods menghasilkan kesepakatan untuk pembentukan PBB, World Bank, IBRD, IMF, dan GATT. Kesepakatan ini memiliki dampak jangka panjang terhadap kebijakan ekonomi global dan pembangunan pasca-kemerdekaan di banyak negara, termasuk Indonesia. Organisasi-organisasi ini menjadi pilar penting dalam pengaturan ekonomi dunia pasca-Perang Dunia II dan mempengaruhi arah pembangunan ekonomi Indonesia.
1945
Deklarasi HAM oleh PBB: Pembentukan PBB dan Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) pada tahun 1945 mendukung kemerdekaan banyak negara jajahan, termasuk Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Deklarasi HAM menegaskan hak-hak fundamental manusia dan memberikan landasan moral bagi perjuangan kemerdekaan dan pembentukan negara baru.
Oktober 1945
Resolusi Jihad dari Ulama NU: Pada bulan Oktober 1945, ulama-ulama Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan seruan jihad untuk melawan sekutu dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi Jihad ini memicu pertempuran besar di Surabaya pada 10 November 1945 yang dikenang sebagai Hari Pahlawan. Pertempuran ini menunjukkan semangat juang rakyat Indonesia dan tekad untuk mempertahankan kemerdekaan.
1948
Pertemuan dengan Pakar di MIT: Pada tahun 1948, Presiden Soekarno bertemu dengan para pakar di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan menyepakati penerapan ideologi developmentalisme. Ideologi ini menekankan pentingnya pembangunan ekonomi sebagai strategi untuk mengendalikan negara-negara baru merdeka. Pertemuan ini memperkuat komitmen Indonesia untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi.
1948
Pemberontakan Partai Komunis China: Di bawah pimpinan Mao Zedong, Partai Komunis China (PKC) merebut kekuasaan di China pada tahun 1948. Keberhasilan ini berdampak pada meningkatnya pengaruh ideologi komunis di Asia, termasuk Indonesia. Pemberontakan PKI di Indonesia terinspirasi oleh kemenangan komunis di China, meskipun akhirnya juga gagal.
November 1949
UUD RIS: Pada bulan November 1949, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS) disahkan. UUD RIS mengatur bentuk negara serikat di Indonesia sebelum kembali menjadi negara kesatuan pada tahun 1950. Perubahan ini mencerminkan dinamika politik pasca-kemerdekaan dan upaya untuk menemukan bentuk pemerintahan yang paling sesuai bagi Indonesia.
Januari 1950 - 1958
Gerakan Separatis di Indonesia: Pada periode ini, beberapa gerakan separatis muncul di Indonesia, seperti di Pasundan, PRRI/Permesta, yang menantang pemerintah pusat. Gerakan-gerakan ini menunjukkan ketidakstabilan politik di awal kemerdekaan dan menantang otoritas pemerintah pusat. Meskipun demikian, pemerintah berhasil mengatasi gerakan-gerakan ini dan memperkuat kesatuan nasional.
1955
Pemilu Pertama di Indonesia: Pemilu pertama di Indonesia diadakan pada tahun 1955, di mana partai-partai besar seperti PNI, NU, Masyumi, dan PKI mendapatkan suara signifikan. Pemilu ini mencerminkan pluralitas politik di Indonesia dan menjadi tonggak penting dalam proses demokratisasi di Indonesia.
1955
Konferensi Asia Afrika di Bandung: Diprakarsai oleh Bung Karno, Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 merupakan respon terhadap dominasi negara kapitalis dan menunjukkan solidaritas negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka. Konferensi ini memperkuat kerja sama antara negara-negara tersebut dalam menghadapi tantangan global.
1955-1965
Perang Dingin Meningkat: Ketegangan antara blok Barat dan Timur meningkat selama periode ini, mempengaruhi politik di Indonesia. Intrik antara ABRI, PKI, dan Masyumi menciptakan situasi politik yang tidak stabil. Perang Dingin memperkuat polarisasi politik di Indonesia dan berkontribusi pada peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965.
1960-an
Konsep Ekonomi Rostow dan Sosiologi Parsons: Pada tahun 1960-an, konsep ekonomi Rostow dan sosiologi Parsons diterapkan di negara-negara berkembang. Konsep ini mendorong perkembangan perusahaan multinasional (MNC) dan perusahaan transnasional (TNC), serta modernisasi dan industrialisasi di Indonesia. Penerapan konsep ini menjadi bagian dari upaya pembangunan ekonomi dan modernisasi di Indonesia.
1962
Pembunuhan Presiden AS J.F. Kennedy: Pembunuhan Presiden John F. Kennedy pada tahun 1962 mengubah arah politik Amerika Serikat, yang bergerak ke kanan. Perubahan ini memicu gerakan ultra kanan di daerah-daerah satelit Amerika, termasuk di Asia Tenggara. Pembunuhan ini juga berdampak pada kebijakan luar negeri AS yang semakin keras terhadap gerakan komunis di seluruh dunia.
1965
Gerakan G30S/PKI: Pada tahun 1965, terjadi kudeta yang gagal oleh PKI yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S). Kudeta ini mengantarkan Soeharto menjadi presiden, dengan dukungan dari Amerika Serikat di latar belakang. Peristiwa ini menandai awal dari Orde Baru di Indonesia, dengan Soeharto mengambil alih kekuasaan dari Soekarno dan menerapkan kebijakan anti-komunis yang keras.
1968
Penerapan Kebijakan Developmentalisme di Indonesia: Tahun 1968 menandai penerapan kebijakan developmentalisme di Indonesia, yang menekankan pada pembangunan ekonomi dan modernisasi. Kebijakan ini menandai kemenangan kapitalisme dan modernisme, serta mengesampingkan kelompok tradisional. Pemerintah Soeharto fokus pada pembangunan infrastruktur dan industrialisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
1974
Peristiwa Malari: Pada tahun 1974, terjadi Peristiwa Malari yang merupakan protes mahasiswa terhadap dominasi modal Jepang di Indonesia. Protes ini diduga didalangi oleh Amerika Serikat, yang khawatir akan meningkatnya pengaruh Jepang di Indonesia. Peristiwa ini menunjukkan ketegangan antara kekuatan ekonomi asing di Indonesia dan menjadi salah satu momen penting dalam sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia.
1978
Revolusi Islam Iran: Revolusi Islam Iran pada tahun 1978, yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini, menginspirasi gerakan fundamentalisme Islam di seluruh dunia. Revolusi ini menunjukkan keberhasilan gerakan Islam untuk menggulingkan rezim yang didukung Barat dan menggantikannya dengan pemerintahan berdasarkan hukum Islam. Dampaknya juga terasa di Indonesia, di mana gerakan Islam semakin menguat.
1988
Kebijakan Pakto 88: Kebijakan Pakto 88 adalah liberalisasi sektor perbankan di Indonesia yang diberlakukan pada tahun 1988. Kebijakan ini menyebabkan berdirinya banyak bank swasta dan kredit macet yang berdampak pada krisis keuangan di kemudian hari. Liberalitas ini memicu pertumbuhan pesat di sektor perbankan namun juga menimbulkan risiko keuangan yang signifikan.
1989
Runtuhnya Tembok Berlin: Pada tahun 1989, runtuhnya Tembok Berlin menandai berakhirnya komunisme di Jerman Timur dan penyatuan Jerman. Peristiwa ini menjadi simbol runtuhnya kekuatan komunisme di Eropa Timur dan menjadi awal dari berakhirnya Perang Dingin. Dampaknya dirasakan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, di mana pengaruh ideologi komunisme mulai memudar.
1990
Runtuhnya Uni Soviet: Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990 mengakhiri Perang Dingin dan mengubah tatanan politik global. Berakhirnya dukungan Uni Soviet pada Indonesia berdampak pada perubahan kebijakan luar negeri Indonesia dan mempengaruhi situasi politik dalam negeri. Indonesia mulai membuka diri terhadap pengaruh Barat dan memulai proses reformasi ekonomi.
1991
Buku Third Wave Democratization oleh Samuel P. Huntington: Buku "Third Wave Democratization" yang diterbitkan oleh Samuel P. Huntington pada tahun 1991 mengkaji gelombang ketiga proses demokratisasi di dunia pasca-Perang Dingin. Buku ini memberikan kerangka teoritis untuk memahami transisi menuju demokrasi di berbagai negara, termasuk Indonesia, dan mempengaruhi pemikiran tentang proses demokratisasi di Indonesia.
1992
Penutupan Pangkalan Militer AS di Filipina:
- Pada tahun 1992, penutupan pangkalan militer AS di Filipina membuat Amerika Serikat mencari pangkalan militer baru di Asia Tenggara yang berada di bawah pengaruhnya.
- Pada tahun tersebut, pemerintah membentuk Panitia Kredit Luar Negeri untuk mencegah BUMN terjebak dalam hutang luar negeri yang berlebihan, sementara swasta diberi kebebasan membuat hutang devisa dengan jaminan Commercial Paper berjangka lima tahun. Negara kapitalis memberikan kredit ini kepada pengusaha swasta Indonesia untuk mengurangi bantuan dan mempersiapkan ekspansi bisnis dengan mengambil alih saham perusahaan yang tidak dapat membayar.
- Pada tahun 1992, ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) melakukan penghijauan politik, menandai meningkatnya pengaruh Islam dalam politik Indonesia dan perubahan dinamika politik dalam negeri. Kerusuhan Ambon dan Aceh pada tahun 1999 berpijak pada fundamentalisme seperti Revolusi Islam Iran 1979, yang dipicu oleh kebijakan ekonomi Shah Mohammad Reza Pahlavi yang otoriter, pro-kapitalis, dan menguntungkan elit serta merugikan masyarakat luas.
1994
Liberalisasi Modal Asing: Pada tahun 1994, Indonesia membuka pintu bagi modal asing untuk membeli saham 100% di Bursa Efek Indonesia. Liberalisasi ini bertujuan untuk menarik investasi asing dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan pasar modal di Indonesia dan meningkatkan arus investasi asing ke dalam negeri.
1996
Kampanye Anti Militer oleh LSM: Pada tahun 1996, terjadi kampanye anti militer oleh LSM di Indonesia yang didukung oleh kapitalis untuk menyingkirkan militer dari panggung politik. Kampanye ini menyoroti peran militer dalam politik Indonesia dan mengadvokasi pengurangan pengaruh militer dalam pemerintahan. Kampanye ini juga berkontribusi pada perubahan dinamika politik di Indonesia menuju era reformasi.
1997
Krisis Moneter di Indonesia: Krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1997, dengan nilai tukar Rupiah jatuh drastis dan menyebabkan keruntuhan ekonomi riil. Krisis ini mengakibatkan banyak perusahaan bangkrut, pengangguran meningkat, dan ketidakstabilan politik. Dampak krisis ini sangat besar dan memicu perubahan politik yang signifikan di Indonesia, termasuk jatuhnya Soeharto dari kekuasaan.
1998
Letter of Intent dengan IMF: Pada tahun 1998, Soeharto menandatangani Letter of Intent dengan IMF sebagai bagian dari upaya mengatasi krisis ekonomi. Langkah ini memicu kerusuhan anti-Cina dan mempercepat jatuhnya Soeharto dari kekuasaan. Letter of Intent ini mencerminkan ketergantungan Indonesia pada bantuan internasional untuk memulihkan ekonomi, tetapi juga memicu ketidakpuasan di kalangan rakyat.
Januari 1999
Pemberlakuan Mata Uang Euro:
- Pada bulan Januari 1999, mata uang Euro diberlakukan sebagai alat tukar di Eropa. Pemberlakuan Euro menandai langkah penting dalam integrasi ekonomi Eropa.
- Sedangkan di Indonesia, pada periode yang sama, terjadi kerusuhan di Ambon yang mencerminkan benturan antara komunitas Islam dan Kristen. Hal ini diindikasikan sebagai eksperimentasi pemikiran Samuel P. Huntington ‘Benturan Peradaban’ (Clash of Civilizations) yang mencerminkan benturan antara Islam dan Kristen.
Juni 1999
Pemilu Multipartai Pertama Setelah Orde Baru: Pada bulan Juni 1999, Indonesia mengadakan pemilu multipartai pertama setelah jatuhnya Orde Baru. Pemilu ini dimaksudkan untuk melegitimasi pemerintahan baru dan memperkokoh kapitalisme di Indonesia. Pemilu ini menjadi tonggak penting dalam proses demokratisasi Indonesia dan menandai berakhirnya era otoritarianisme Soeharto.
Agustus 1999
Pembentukan AMF (Asian Monetary Fund): Pada bulan Agustus 1999, pembentukan Asian Monetary Fund (AMF) menciptakan dunia keuangan tripolar dan bertujuan untuk menghadapi masalah skandal Bank Bali. AMF diharapkan dapat membantu negara-negara Asia dalam mengatasi krisis keuangan dan memberikan alternatif terhadap IMF. Pembentukan AMF mencerminkan upaya regional untuk mengatasi tantangan ekonomi global.
September 1999
Pelelangan Aset Nasional: Pada bulan September 1999, Indonesia melakukan pelelangan aset nasional yang dipengaruhi oleh Citibank dan Standard Chartered Bank. Pelelangan ini bertujuan untuk memulihkan ekonomi yang hancur akibat krisis moneter. Namun, langkah ini juga menimbulkan kontroversi dan kritik karena dianggap menguntungkan kepentingan asing.
Oktober 1999
Sidang Umum MPR Hasil Pemilu 1999: Pada bulan Oktober 1999, Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1999 diadakan untuk memilih presiden baru dan menghadapi kesulitan ekonomi besar. Sidang ini menjadi momen penting dalam proses transisi politik Indonesia menuju era reformasi. Sidang ini juga menandai upaya untuk membangun kembali stabilitas politik dan ekonomi setelah krisis yang melanda.
Sejarah panjang perjuangan dan perkembangan politik Indonesia telah membentuk fondasi demokrasi yang kuat sejak era kemerdekaan hingga reformasi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, demokrasi di Indonesia mengalami penurunan yang mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari meningkatnya polarisasi politik, melemahnya institusi demokrasi dan meningkatnya tindakan represif terhadap kebebasan berpendapat. Keterlibatan militer dalam politik, yang sempat berkurang setelah reformasi 1998, mulai terlihat kembali dalam berbagai bentuk. Kebijakan liberalisasi ekonomi yang diterapkan sejak Orde Baru hingga saat ini juga berdampak pada ketimpangan sosial dan ekonomi, yang kemudian memicu ketidakpuasan dan keresahan di kalangan masyarakat.
Penurunan demokrasi ini juga dipengaruhi oleh dinamika politik global dan domestik. Krisis ekonomi global, perubahan kebijakan luar negeri negara-negara besar, serta pengaruh ideologi transnasional turut mempengaruhi stabilitas politik di Indonesia. Tantangan ini semakin diperparah dengan munculnya gerakan fundamentalisme dan radikalisme yang mengancam kebhinekaan dan toleransi. Sementara itu, korupsi yang masih merajalela dan lemahnya penegakan hukum memperburuk kondisi demokrasi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Meskipun Indonesia telah mencapai banyak kemajuan dalam pembangunan dan modernisasi, tantangan-tantangan ini menunjukkan perlunya reformasi yang lebih mendalam untuk memastikan demokrasi yang berkelanjutan dan inklusif.
Refrensi : Wahid, Hasyim., dkk. 1999. Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan Indonesia. Yogyakarta: LKiS.
Komentar
Posting Komentar
Untuk Masuk Jangan Lupa Like