Cerpen Menjemput kebahagiaan Ali



Menjemput kebahagiaan Ali
Sehelai bulu mata, nampak jatuh, mengalir bersama benda basah ke pipi. Sendiri, diam, tanpa ada siapapun menyapa, atau bahkan menyentuhnya. ali. Laki-laki berumur 5 tahun dengan boneka usang yang setiap hari ia peluk sepenuh hati. Baju berwarna kuning dengan rok yang telah lama pudar keindahannya. Terkoyak termakan batu-batu jalanan. Malam mulai larut, jalanan pun semakin sepi. Di bawah jembatan, ia habiskan malamnya. Sesekali, isapan ingusnya terdengar lirih. Malam ini, malam sebelumnya, dan mungkin malam-malam berikutnya. Sehelai kertas tebal kecokelatan dan kain tipis nan sederhana menghangatkan malamnya. Matanya terus menganak sungai.
“ali, udah tidur ya?” suara khas seorang pria terdengar dari balik punggung ali.
“Belum bang Yus!” jawab ali sambil mengusap air matanya.
“Kenapa ali menangis lagi?” tanya Bang Yus dengan mata iba.
“ali kangen Ibu bang, kapan Ibu pulang?” tanya ali. Bang Yus sedikit menghela napas.
“Sayang, Ibu pasti akan segera pulang, percayalah. Jadi jangan nangis lagi ya?” ali mengangguk, lalu Bang Yus memeluknya. Erat sekali.
Satu bulan berlalu. Sejak hari itu, ali selalu menjadi anak perindu. ali selalu bertanya-tanya, kapan Ibunya pulang? Anak ini yakin, Ibunya pasti kembali. Kembali menyisir rambutnya yang panjang. Kembali memeluk dan menimangnya. Selalu menemani di setiap kali ia tidur. “Ibu, ali kangen sama Ibu. Kapan Ibu pulang? Dona pengen dipeluk sama Ibu. Cepet pulang ya bu..” ali selalu berharap, selalu sebelum terlelap.
Siang ini, yang sama dengan siang-siang sebelumnya, ali dan boneka kesayangannya duduk di atas gerobak, di antara puing-puing rongsokan. Ya, Bang Yus hanyalah lulusan SMP. perusahaan mana yang mau menerimanya jadi karyawan di kota metropolitan ini. Namun, hidup adalah pilihan. Meski pilihan itu pahit, bukankah yang lebih penting halal dan menghasilkan duit? Bukankah memulung lebih terhormat daripada meminta? Ah entahlah. Kadang dunia terlalu kejam untuk orang seperti ali dan Bang Yus.
Senja mulai melirik dari balik gedung-gedung berkaca bening. Nampak pantulannya terasa hangat di pipi ali. Begitupun Bang Yus. Mengucur deras peluh penuh semangat dan keikhlasan basahi raut wajahnya. “Yus, nih uangnya. Besok cari lebih banyak lagi ya.” seru pengepul sembari menyerahkan uang hasil mulung tadi.
“Oh iya, ini buat beli es ali.” pengepul tersenyum.
“Terima kasih pak” ali membalas dengan senyum tulus.
“Makasih bang, saya balik dulu” Bang Yus menarik gerobaknya.
Dalam perjalanan, ali yang sedang asyiknya bermain boneka berambut kepang itu, tiba-tiba bertanya, “Bang, kapan sih Ibu pulang? Kok lama banget? Bang Yus mulai menghela napas
sambil sesekali memejamkan matanya. Abang satu-satunya yang ali punya, menggendong ali, dan duduk di sebuah Taman.
 “Sayang, jangan sedih. Ibu pasti pulang kok.” Bang Yus menenangkan.
“Tapi kapan Bang?” tantang ali dengan nada agak kecewa.
“ali tahu kenapa Ibu belum pulang juga?” ali menggeleng.
“Mungkin, Allah lagi marah sama ali. Mungkin ali kurang berdoanya. Sekarang ali janji ya, dimanapun Ibu berada, ali doain. Semoga Allah selalu menjaga dan menyayangi Ibu. Janji?” Bang Yus menyodorkan kelingkingnya, dan kelingking ali pun meraihnya.
“Allaahuakbar.. Allaahuakbar..” suara adzan menggema. ali dan Abangnya menuju masjid favorit mereka.
“Allaahummagfirlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaani shoghiira.. aamiin” ali berdoa dengan bahasa anak-anaknya. Wajar saja ia hafal, setiap hari ali membacanya setiap kali teringat dengan Ibu.
“Pintar sekali, nama adik siapa?” seorang bapak-bapak berjenggot dan berdasi menghampiri ali.
“Nama saya ali” jawab ali.
“Kenapa ali sedih?” tanya orang itu penasaran. Ia melihat ada kerinduan pada raut wajah ali.
“ali kangen sama Ibu” celetuknya.
“Emang Ibu ali kemana?” orang ini berusaha masuk dalam gelisah ali. Namun sebelum ali menjawab pertanyaan tadi, Bang Yus buru-buru menggendong ali pergi.
“Tunggu mas, kenapa anda terburu-buru?” cegah pria berkacamata itu.
“Maaf pak, kami harus cari makan dulu, Adik saya sudah sangat kelaparan” Bang Yus menjawab. Dan tak disangka, pria berjenggot dengan kacamata tadi mengajak Bang Yus dan ali makan bersama. Sedikit ulet, namun akhirnya Bang Yus menerima tawarannya.
“Maaf mas, kalau saya boleh tahu, kemanakah Ibu ali. Sampai kerinduannya sedemikian rupa?” tanya Bapak tadi. Ia merasakan ada hal buruk terjadi. Terlihat dari wajah ali. “Panggil saja saya Yus pak” balas Kakak ali ini.
“Ceritakan sajalah Yus, siapa tahu saya bisa bantu. Saya bukan orang jahat kok.” pria ini menawarkan tempat curhat gratis. Seteguk teh mengawali cerita Bang Yus.
“Sebelum kami hidup berdua, Ibu senantiasa menemani kami. Ayah telah lama pergi, kabur entah ke mana. Hanya tersisa kami, saya, ali, dan Ibu. Semua berawal dari peristiwa kelam satu bulan lalu. Ibu meninggal tertabrak mobil ketika hendak menyelamatkan ali. ali, yang saat itu melihat langsung peristiwa itu menangis memanggil nama Ibu. Terus, hingga berulang kali. Dan saya kira, ali mengalami trauma yang menyedihkan. Mungkin ia belum bisa menerima itu semua. Karena itulah, ia selalu merindukan Ibunya yang ali kira hanya pergi sementara dan akan kembali. Dan aku, aku selalu berikan dia harapan, harapan dan harapan tanpa ada kepastian. Aku terlalu pengecut untuk sekedar menyadarkan Dona bahwa Ibunya telah tiada. Aku hanya tak mau kehilangannya.” Bang Yus menangis tergugu. Pria di hadapannya terlihat iba. Ia mencoba menenangkan Bang Yus. ali masih berkutat dengan boneka pemberian Ibunya itu.
Tak selang berapa lama, pria berdasi merah itu menyodorkan kartu namanya. “Perkenalkan, saya dodit, dokter spesialis jiwa. Bolehkah ali aku rawat? kebetulan saya punya rumah rehabilitasi tempat anak-anak seperti ali.” tawar dokter dodit. Perasaan campur aduk membasahi sekujur tubuh Bang Yus. Ia tak menyangka akan sebahagia ini. Apakah memang keajaiban masih berlaku? Ataukah malaikat yang menjadi lawan bicaranya tadi? Entahlah, yang pasti Tuhan menjawab doanya.
Doa yang selalu ia panjatkan, “Ya Allah, izinkan Dona menjemput kebahagiannya..”


Biografi Penulis :
Nama mochammad ali imron lahir di kota malang tahun1999-07-23 nama orang tua di samar kan bertempat tinggal di jln kapi swida 1 sawojajar tapi tinggal lama di jln bingkil no 33 bersekolah di tk muslimat nu 06 lulus thn 2005 lalu ke sdn ciptomulyo 1 lulu thn 2011 ke smp islam ma’arif 02 malang luluthn 2014 lalu melanjut kan sekolah lagi ke smk islam ma’arif





Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN ANTARA AKU KAU DAN DIA

Cerpen SAHABAT YANG TERLUPAKAN

MENTAKAR RELEVANSI PERDA NO. 02 TAHUN 2022